–
Yogya (KU) – Tim arsitek lulusan UGM berhasil mengharumkan nama Indonesia di tingkat internasional. Mereka berhasil menjadi juara II Skyscraper Competition 2010 yang diselenggarakan oleh eVolo Magazine, jurnal desain dan arsitektur yang berbasis di Amerika. Perlombaan dilaksanakan di Amerika Serikat pada Maret lalu.
Empat orang alumni muda UGM itu ialah Erwin Setiawan, Rezza Rahdian, Ayu Diah Shanti, dan Leonardus Chrisnantyo. Mereka membuat proyek desain yang berjudul “Ciliwung Recovery Program”. Proyek ini berhasil mengalahkan 430 desain dari 42 negara.
“Sebanyak 33% penyumbang pencemaran dari gas CO2 itu berasal dari bangunan yang ada di dunia,” kata Ketua Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM, Ir. T. Yoyok Wahyu Subroto, M.Eng., Ph.D. Pernyataan itu disampaikannya dalam Talkshow Bumi Hijaumu, Action @ Kampus dengan tema ‘Green is More’ yang digelar di Fakultas Teknik UGM, Selasa (8/6/2010). Acara ini merupakan kerja sama Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM, dengan Mortar Utama (MU).
Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM)
Lomba Desain dalam rangka BUMI HIJAUMU ACTION@CAMPUS, Mortar Utama-UGM
ARCASIA’s Student Architectural Design Competition
Hampir seluruh rancangan superblok di Indonesia memiliki konotasi kemewahan dan tidak sedikit pun yang mengalokasikan ruang hunian bagi masyarakat menengah ke bawah. Padahal, mereka adalah bagian terbesar warga perkotaan yang pada gilirannya bakal mengisi pekerjaan informal dan semi-informal di sekitar kawasan tersebut.
Sementara itu, pembangunan rumah-rumah susun yang telah dilakukan di berbagai kota untuk memfasilitasi kelompok menengah ke bawah belum mendapat perhatian khusus. Bangunan tersebut pada umumnya berada di lokasi-lokasi “tersembunyi” dengan jarak yang relatif jauh terhadap pusat-pusat kegiatan. Idealnya, bagi negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang heterogen, sebuah superblok mestinya terdiri atas percampuran fungsi dan percampuran kelas hunian. Dengan demikian, kawasan superblok secara sosial akan lebih “hidup”.