Hampir seluruh rancangan superblok di Indonesia memiliki konotasi kemewahan dan tidak sedikit pun yang mengalokasikan ruang hunian bagi masyarakat menengah ke bawah. Padahal, mereka adalah bagian terbesar warga perkotaan yang pada gilirannya bakal mengisi pekerjaan informal dan semi-informal di sekitar kawasan tersebut.
Sementara itu, pembangunan rumah-rumah susun yang telah dilakukan di berbagai kota untuk memfasilitasi kelompok menengah ke bawah belum mendapat perhatian khusus. Bangunan tersebut pada umumnya berada di lokasi-lokasi “tersembunyi” dengan jarak yang relatif jauh terhadap pusat-pusat kegiatan. Idealnya, bagi negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang heterogen, sebuah superblok mestinya terdiri atas percampuran fungsi dan percampuran kelas hunian. Dengan demikian, kawasan superblok secara sosial akan lebih “hidup”.