Mendorong batasan ruang kelas dan lintas disiplin, sebuah mata kuliah kolaboratif revolusioner hadir untuk menjawab tantangan nyata dunia konstruksi masa depan. Program Studi Sarjana Arsitektur UGM menegaskan komitmennya dalam pendidikan arsitektur berkelanjutan melalui penyelenggaraan mata kuliah Sustainable Materials and Construction. Pada semester genap tahun ajaran 2024/2025, Arsitektur UGM bekerja sama dengan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan atau Integrated Engineering dari Universiti Teknologi PETRONAS (UTP), Malaysia, membuka kursus singkat 3 SKS yang dimulai akhir Mei 2025. Kursus ini mengusung pendekatan revolusioner yang memadukan arsitektur, teknik sipil, dan teknologi ramah lingkungan untuk menjawab tantangan nyata dalam praktik konstruksi berkelanjutan. Inilah bentuk pendidikan yang tidak lagi sekadar membahas bangunan di atas kertas, tetapi juga memikirkan masa depan yang berkelanjutan—dari material yang digunakan hingga dampaknya terhadap lingkungan.
Selama empat minggu pelaksanaan kursus, sebanyak 43 mahasiswa—terdiri dari 20 mahasiswa Arsitektur UGM dan 23 mahasiswa Teknik Sipil UTP—dibagi ke dalam lima kelompok kolaboratif lintas disiplin dan budaya. Mereka diberi tantangan untuk merancang fasilitas masyarakat bertingkat rendah yang mengedepankan prinsip keberlanjutan. Setiap desain harus memenuhi standar keselamatan struktural serta mempertimbangkan efisiensi karbon dalam proses konstruksi dan operasionalnya. Kolaborasi ini berlangsung secara daring dan memberikan pengalaman nyata mengenai kerja multidisiplin dalam dunia konstruksi yang semakin kompleks.
Dari pihak UGM, kursus ini difasilitasi oleh Dr. Yani Rahmawati dan Ar. Dr. Alexander Rani Suryandono. Sementara itu, dari UTP hadir Assoc. Prof. Ir. Dr. Bashar Mohammed dan Assoc. Prof. Ir. Dr. Zahiraniza Mustaffa. Mahasiswa dibekali materi melalui kuliah tamu yang memperkaya pemahaman mereka tentang alternatif material bangunan yang lebih ramah lingkungan. Kursus ini dirancang tidak hanya untuk memperkuat kemampuan teknis, tetapi juga memperluas wawasan mahasiswa terhadap potensi inovasi dalam sektor material dan konstruksi.

Salah satu yang menarik perhatian, disampaikan Prof. Bashar dalam kuliah tamunya yang mengangkat topik rubberised interlocking bricks—sebuah inovasi material konstruksi yang memanfaatkan karet daur ulang, khususnya dari ban bekas, yang dicampurkan dengan agregat beton untuk menciptakan produk bangunan yang kuat, tahan lama, dan ramah lingkungan. Berdasarkan data dari World Economic Forum (2023), lebih dari 1 miliar ban bekas dihasilkan setiap tahun di dunia, dengan mayoritas berakhir di tempat pembuangan akhir atau dibakar—yang mana berkontribusi pada pencemaran udara dan pelepasan emisi karbon. Pemanfaatan karet daur ulang dalam konstruksi menawarkan solusi konkret terhadap permasalahan ini.

Secara umum, kegiatan ini bertujuan untuk mendukung pencapaian SDGs 12 dan 13, dengan fokus pada konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, serta aksi iklim. Contohnya, pemanfaatan material bekas pada sektor konstruksi sejalan dengan prinsip SDG 12: Responsible Consumption and Production, melalui penekanan pada pentingnya siklus hidup produk dan pengurangan limbah. Selain itu, melalui pemaparan materi di kelas, mahasiswa diharapkan menjadi tertantang untuk berpikir kritis dan kreatif terkait potensi bahan di sekitar yang dapat dikembangkan dalam bentuk solusi desain berkelanjutan. Lebih jauh lagi, penggunaan material inovatif ini memberikan wawasan dan kesadaran pada mahasiswa bahwa masalah iklim dunia dapat diatasi salah satunya melalui desain berkelanjutan. Sejalan dengan SDG 13: Climate Action, dengan menggunakan material daur ulang, emisi karbon dari proses produksi bahan dapat ditekan secara signifikan.


Program Studi Arsitektur UGM berkomitmen untuk melanjutkan tekad pendidikan arsitektur berkelanjutan dan berperan aktif dalam mendukung agenda global untul masa depan yang lebih hijau. Melalui kelas ini, mahasiswa bukan hanya diajak mengetahui aspek teknis dari material berkelanjutan, tetapi juga diharapkan mampu mengimplementasikan ilmu yang didapat ke dalam praktik desain arsitektur. Harapannya, semangat mahasiswa bukan hanya untuk membuat desain yang estetik dan sesuai prinsip struktur, tetapi juga yang memperhatikan kelangsungan hidup dalam ekosistem. Komitmen terhadap pendidikan arsitektur berwawasan hijau ini menjadi bagian dari kontribusi nyata UGM dalam mendukung agenda global menuju masa depan yang lebih sehat dan lestari.
Berita oleh Rindi Dwi Cahyati