Dalam upaya menjawab tantangan perubahan iklim dan efisiensi energi di kawasan tropis perkotaan, Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada melakukan riset eksperimental yang berfokus pada pemanfaatan greenwall atau taman vertikal pada bangunan kampus. Penelitian berjudul “Effect of Greenwalls on Building Energy Use and Urban Heat Island: Insights from a Campus-Based Case Study on Facade Systems, Plant Performance, User Perceptions, and Social-Educational Impact” ini mengevaluasi secara mendalam performa taman vertikal yang terpasang pada fasad timur gedung tiga lantai Departemen, baik dari sisi teknis, lingkungan, hingga sosial-edukatif.
Abstrak
“Penelitian ini mengeksplorasi implementasi dan kinerja sistem greenwall yang dipasang pada fasad timur sebuah gedung kampus tiga lantai di Departemen Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi greenwall terhadap pengurangan penggunaan energi bangunan dan mitigasi efek urban heat island (UHI). Fokus penelitian mencakup bagaimana jenis konstruksi, pemilihan tanaman, metode perawatan, dan interaksi pengguna mempengaruhi performa dan dampak luas dari taman vertikal ini.
Greenwall mencakup lantai 1 hingga 3 dengan tiga jenis sistem instalasi di lantai dasar: kantong HDPE dan kantong geotekstil yang dipasang pada wire mesh dan dilindungi papan calcium silicate, serta sistem pot tanah liat. Palet tanaman terdiri dari sayuran (seledri, pakcoy, cabai), tanaman obat (jahe wangi, temulawak), dan tanaman hias (Sansevieria, Vernonia elliptica), yang didistribusikan berdasarkan paparan sinar matahari dan perilaku tanaman (merambat, menggantung, atau tegak).
Melalui observasi, dokumentasi fotografi, dan analisis catatan perawatan, studi ini mengevaluasi ketahanan sistem, kesehatan tanaman, manajemen air, dan persepsi pengguna. Sistem HDPE dan geotekstil menunjukkan retensi air yang lebih baik dibanding pot tanah liat, mengurangi frekuensi penyiraman dan meningkatkan kestabilan tanaman. Namun, pengguna lebih menyukai sistem pot tanah liat karena estetika alami dan asal material lokalnya. Tanaman hias memiliki tingkat kelangsungan hidup tertinggi, diikuti tanaman obat, sementara sayuran lebih rentan—bayam merah dan hijau terserang hama, sementara tomat sensitif terhadap penyiraman tidak konsisten yang menyebabkan pembusukan atau pengeringan.
Penyiraman awalnya dilakukan secara otomatis melalui timer daring, namun kurangnya kontrol menyebabkan kelebihan air di lantai atas dan noda pada fasad. Hal ini kemudian dikoreksi dengan sistem manual dan penggunaan selang 3 mm langsung sebagai pengganti sistem tetes yang menyebabkan pertumbuhan alga.
Lebih dari performa teknis, greenwall ini mendorong keterlibatan pengguna dan interaksi sosial yang positif. Staf kampus memanen dan mengolah sayuran, mengintegrasikan sistem ini dalam rutinitas sehari-hari. Instalasi ini juga berfungsi sebagai laboratorium hidup bagi mahasiswa dalam studi desain berkelanjutan, penyerapan karbon, dan strategi pendinginan pasif. Sebagai studi berbasis kampus, penelitian ini memberikan wawasan berlapis mengenai dampak lingkungan, sosial, dan edukatif dari taman vertikal dalam konteks institusi pendidikan—menjadi dasar yang berharga bagi penilaian energi dan iklim di masa mendatang.”
Taman vertikal ini mencakup tiga lantai dan menerapkan tiga sistem instalasi berbeda pada lantai dasar: kantong HDPE dan geotekstil yang dipasang pada wire mesh serta dilindungi papan calcium silicate, dan sistem pot tanah liat. Jenis tanaman yang dipilih bervariasi—mulai dari sayuran (seledri, pakcoy, cabai), tanaman obat (temulawak, jahe wangi), hingga tanaman hias (Sansevieria, Vernonia elliptica). Distribusi tanaman diatur berdasarkan paparan sinar matahari dan karakter pertumbuhan (merambat, menjuntai, atau tegak).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sistem HDPE dan geotekstil lebih baik dalam mempertahankan kelembaban, sehingga frekuensi penyiraman dapat dikurangi. Namun, sistem pot tanah liat lebih disukai pengguna karena estetika alami dan material lokalnya.
Tanaman hias memiliki tingkat ketahanan tertinggi, diikuti tanaman obat. Sayuran, seperti bayam merah dan hijau, lebih rentan terhadap serangan hama, sedangkan tomat mudah membusuk atau mengering akibat ketidakteraturan penyiraman. Sistem irigasi otomatis awalnya digunakan, namun karena minimnya kontrol, menyebabkan penyiraman berlebih di lantai atas dan noda pada fasad. Solusi akhirnya adalah sistem manual dengan pipa langsung berdiameter 3 mm, menggantikan sistem tetes yang sempat memicu pertumbuhan alga.
Lebih dari sekadar elemen estetika dan pendingin pasif, greenwall ini mendorong interaksi sosial dan edukasi lingkungan. Dosen dan staf memanfaatkan hasil panen untuk konsumsi harian, menjadikan taman vertikal bagian dari aktivitas kampus yang berkelanjutan. Mahasiswa juga menggunakan instalasi ini sebagai living laboratory untuk mempelajari desain berkelanjutan, penyerapan karbon, dan strategi pengendalian iklim mikro.
Penelitian ini bertujuan mendukung desain dan konstruksi taman vertikal yang kontekstual di Indonesia dengan dua tujuan utama:
- Mengkaji performa termal greenwall melalui pengukuran langsung di lapangan.
- Menilai potensi penerapan greenwall secara luas dalam memperbaiki iklim mikro perkotaan melalui pemodelan dan simulasi.
Sebagai studi berbasis kampus, proyek ini memberikan wawasan komprehensif tentang peran greenwall dalam penghematan energi bangunan, pengurangan efek pulau panas perkotaan, serta kontribusinya terhadap pembelajaran interdisipliner dan penguatan komunitas kampus.
Saksikan dokumentasi lengkap proyek ini melalui video berikut: