Upaya pencarian Solusi arsitektur berkelanjutan kini tak hanya difokuskan pada daratan, tetapi juga merambah ke wilayah pesisir dan laut. Menjawab tantangan ini, Program Studi Sarjana Arsitektur UGM bekerja sama dengan University of Nottingham Malaysia (UNM) dan Universiti Teknologi PETRONAS (UTP) untuk menghadirkan mata kuliah pilihan kolaboratif bertajuk Floating Architecture. Mata kuliah ini diselenggarakan pada semester genap tahun ajaran 2024/2025, dan dirancang untuk membuka wawasan mahasiswa terhadap potensi kehidupan manusia di atas laut serta bagaimana arsitektur dapat memberikan Solusi berkelanjutan dalam konteks tersebut.
Dua pakar dari institusi mitra turut berperan dalam pengajaran mata kuliah ini, yaitu Prof. Ir. Dr. Mohd. Shahir Liew (Vice Provost of Research and Knowledge Exchange, UNM) dan Assoc. Prof. Ts. Dr. Noor Amila Wan Abdullah Zawawi (Senior Director of Technology Research Excellence, UTP). Keduanya memiliki keahlian di bidang struktur lepas pantai dan penonaktifan fasilitas laut, yang menjadi pondasi penting dalam pengembangan arsitektur terapung. Dari pihak Arsitektur UGM sendiri, Dr. Yani Rahmawati, S.T., M.T. turut menjadi fasilitator utama untuk memastikan proses belajar berjalan efektif dan kontekstual.


Selama 16 minggu pembelajaran yang dilaksanakan secara hybrid, mahasiswa dibekali pengetahuan dasar terkait desain arsitektur terapung, mulai dari struktur dan material, pengolahan limbah, sistem utilitas, hingga aspek keselamatan dan kesehatan kerja (Health, Safety, and Environment/HSE). Kelas ini memfasilitasi mahasiswa untuk mengenali karakteristik lingkungan pesisir dan lepas pantai yang mempengaruhi ketahanan desain arsitektur terapung. Mahasiswa juga dikenalkan pada prinsip-prinsip adaptive re-use atau pemanfaatan kembali struktur yang sudah ada, sebagai bagian dari strategi desain berkelanjutan. Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami aspek teknis dan lingkungan dalam konteks nyata.

Sebagai tugas utama, mahasiswa diminta merancang revitalisasi sebuah anjungan lepas pantai tua yang terletak di Sarawak, Malaysia. Proyek ini memberi kesempatan bagi mereka untuk menerapkan ilmu yang didapat secara langsung sekaligus mengasah kreativitas serta keterampilan teknis dalam skala internasional. Studi kasus seperti ini mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis dan visioner, serta dapat menjadi inspirasi awal bagi proyek akhir tahun mereka.


Inisiatif ini mendukung beberapa poin penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), SDG 13 (Climate Action), dan SDG 14 (Life Below Water). Tak hanya itu, pembelajaran lintas disiplin dan internasional ini juga memperkuat pencapaian SDG 9 terkait infrastruktur dan inovasi, dan akhirnya bermuara dalam pencapaian SDG 3, mewujudkan kehidupan yang sehat dan sejahtera. Dengan langkah ini, UGM menunjukkan komitmennya dalam membekali mahasiswa dengan kompetensi global dan wawasan masa depan yang relevan dengan tantangan zaman.
Berita oleh Rindi Dwi Cahyati