Bagaimana kita merawat warisan dunia yang masih hidup? Bukan hanya dengan mengaguminya, tapi dengan memahaminya secara utuh, dan itulah yang dilakukan dalam kegiatan ini.
Yogyakarta, kota dengan warisan budaya yang mendalam, kembali menjadi sorotan dunia internasional. Keberadaan sumbu kosmologi Yogyakarta dan landmark bersejarah di sekitarnya menjadi titik penting perhatian UNESCO. Untuk memperkuat pemahaman dan upaya konservasi kawasan ini, UGM-UNESCO Chair in Heritage Cities Conservation and Management, berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Yogyakarta, Kanki Laboratory, dan Jogja Heritage Society, menyelenggarakan The 2nd International Field School on The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks: Conservation and Management of The Buffer Zones. Kegiatan ini berlangsung selama lima hari, mulai tanggal 14 Juli 2025 dan mengambil tempat di beberapa lokasi penting: Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan FT UGM, Balai Kota Yogyakarta, empat kelurahan dalam kawasan buffer zone (Kadipaten, Patehan, Panembahan, Ngupasan), dan sepanjang sumbu kosmologi Yogyakarta.
Field school ini merupakan bentuk pendidikan nonformal internasional yang bertujuan memperdalam pemahaman tentang konservasi dan manajemen kawasan buffer zone di sepanjang sumbu kosmologi Yogyakarta dengan berbagai landmark bersejarahnya. Peserta berasal dari berbagai institusi nasional dan internasional, termasuk mahasiswa pascasarjana UGM dan Kyoto University, yang terlibat langsung dalam proyek studi lapangan dan pemecahan kasus nyata. Melalui kegiatan ini, peserta diharapkan mampu memahami potensi dan nilai keunikan dari buffer zone, termasuk setting dan budaya, budaya kehidupan masyarakat, bangunan-bangunan bersejarah, arsitektur tradisional, dan berbagai komponen kehidupan urban lain di dalamnya. Selain itu, peserta diharapkan mampu meningkatkan keterampilannya dalam mengimplementasikan konsep, metode, dan proses konservasi serta manajemen melalui proyek dalam studi kasus aktual. Selanjutnya, kegiatan ini pun mendorong peningkatan pengalaman riset konservasi urban dengan fokus pada area bersejarah di sepanjang sumbu kosmologi.
Kegiatan ini difasilitasi oleh profesional di berbagai bidang, seperti Prof. Kiyoko Kanki dan Assist. Prof. Yohei Kiyoyama dari Kanki Laboratory, Prof. Wihana Kirana Jaya dari FEB UGM, Prof. Bakti Setiawan dari DTAP FT UGM, Assoc. Prof. Laretna T. Adishakti dan Assoc. Prof. Dwita Hadi Rahmi dari UGM-UNESCO Chair in Heritage Cities Conservation and Management, serta Dr. Danang Yuli Saksono dari Bappeda Kota Yogyakarta. Acara yang berlangsung selama lima hari ini terdiri dari beberapa kegiatan. Pada hari pertama sekaligus sebagai pembukaan, kelas-kelas dengan topik terkait konservasi dan manajemen kota bersejarah dilangsungkan di Balai Kota Yogykarta. Acara yang dimulai sejak 09.00 WIB tersebut terdiri atas 5 sesi kelas dengan berbagai narasumber ahli. Kelas berakhir pada 16.30 WIB.



Pada hari kedua, kegiatan dilangsungkan di Fakultas Teknik, UGM, tepatnya di ruang sidang Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Acara berlangsung pada 08.00-16.15 WIB, terdiri atas 4 sesi kelas lanjutan dari hari sebelumnya. Pada hari kedua ini, selain menyimak kelas dari narasumber, peserta perlu mengerjakan tugas kelompok untuk setiap sesinya. Hari kedua diakhiri dengan kunjungan opsional ke ArtJog 2025 di Jogja National Museum.


Hari ketiga, pembelajaran tidak lagi dilakukan dalam ruangan kelas, tetapi melalui kunjungan lapangan. Kunjungan ke kampung-kampung di buffer zone ini dipimpin Prof. Bakti Setiawan, Ph.D., dimulai dari Monumen Tugu hingga ke Kawasan Pecinan Ketandan dengan berjalan kaki. Melalui kegiatan ini, peserta mengembangkan proyek berbasis studi kasus aktual. Perjalanan itu diiringi dengan diskusi hangat yang menuntun pada pemecahan masalah studi kasus yang diambil.


Hari keempat, peserta per kelompok kembali melakukan studi lapangan dengan fasilitatornya masing-masing ke site yang diangkat sebagai studi kasus mereka. Memasuki babak akhir, mereka akan mempresentasikan hasil kerjanya pada Jumat, 18 Juli 2025 yang merupakan hari terakhir dalam field school ini. Selama kegiatan berlangsung, seluruh peserta senantiasa menunjukkan semangat dan antusiasnya.
Kegiatan ini tidak hanya mempertemukan akademisi dan praktisi lintas negara, tetapi juga menekankan pentingnya pelestarian warisan budaya dalam konteks kehidupan perkotaan yang dinamis. Dengan kolaborasi yang ada, program ini memberikan pemahaman bagaimana kota bersejarah dapat tetap hidup, inklusif, dan tangguh untuk generasi mendatang. Beberapa kontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dijabarkan sebagai berikut:
- SDG 4 – Pendidikan Berkualitas: melalui pembelajaran lintas disiplin dan internasional berbasis studi kasus nyata yang memperkaya pemahaman peserta terhadap konservasi dan pengelolaan kawasan bersejarah;
- SDG 11 – Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan: karena kegiatan ini secara langsung membahas strategi pelestarian kawasan bersejarah, manajemen buffer zone, dan praktik perencanaan kota berwawasan budaya;
- SDG 16 – Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh: kegiatan ini memperkuat tata kelola pelestarian warisan budaya melalui pendekatan partisipatif dan kolaboratif lintas sektor; serta
- SDG 17 – Kemitraan untuk Mencapai Tujuan: diwujudkan melalui kolaborasi antara universitas, pemerintah daerah, laboratorium riset internasional, dan komunitas lokal.
Berita oleh Rindi Dwi Cahyati