Awal Mula Perjalanan: Dari Instagram hingga London. Ketertarikan Tsania pada IISMA bermula pada tahun 2021, saat di awal ia kuliah. Informasi yang ia lihat di Instagram kakak tingkat memicu rasa penasaran hingga akhirnya ia mendalami lebih lanjut lewat media sosial OIA UGM dan berbagai sumber lain. Sejak awal, Tsania memang memiliki mimpi untuk mengikuti program pertukaran pelajar. Maka, ia pun mulai serius mengikuti berbagai sesi informasi IISMA dan mempersiapkan diri untuk mendaftar di tahun 2024.
Semangat itu bukan muncul tanpa alasan. Sejak SMA, Tsania sudah tertarik dengan pertukaran pelajar karena ia ingin merasakan langsung seperti apa sistem pendidikan dan budaya di luar negeri. Ia percaya bahwa pengalaman lintas budaya akan memperkaya perspektifnya baik secara pribadi maupun akademik. Melihat IISMA sebagai peluang emas, ia meniatkan diri untuk bersungguh-sungguh dalam prosesnya.
Persiapan Matang dan Proses Seleksi. Menjadi peserta IISMA tidaklah mudah. Syarat utamanya mencakup IPK tertentu, status semester 4 atau 6 saat mendaftar, serta sertifikat English Proficiency Test seperti IELTS atau TOEFL. Selain itu, peserta juga diwajibkan menulis esai, menjalani wawancara, serta melengkapi berkas administratif.
Tsania memilih IELTS sebagai bentuk uji kemampuannya dalam bahasa Inggris. Ia belajar secara mandiri lewat e-book dan YouTube sejak akhir 2023 dan mengikuti tes pada Januari 2024. Ia juga menyiapkan esai dengan sangat serius, melalui proses proofreading berkali-kali untuk memastikan isi dan strukturnya kuat serta personal. Proses ini mengajarkannya pentingnya konsistensi dan ketekunan.
Usaha tersebut membuahkan hasil: Tsania resmi diterima sebagai awardee dan ditetapkan menjalani program di Queen Mary University of London (QMUL), salah satu universitas ternama di Inggris. Rasa bangga dan syukur tidak bisa disembunyikan ketika pengumuman resmi datang pada bulan Maret 2024.
Menapaki London dan Kehidupan di Kampus. Queen Mary University of London memberikan kesan mendalam bagi Tsania. Dengan lingkungan kampus yang modern dan ramah pejalan kaki, fasilitas lengkap, serta dukungan orientasi akademik dan kesejahteraan mahasiswa, ia merasa sangat nyaman. Ia tinggal di akomodasi kampus bersama teman-teman internasional yang hangat dan terbuka.

Kota London sendiri tak kalah menarik. Sebagai mahasiswa arsitektur, kesempatan mengamati langsung berbagai bangunan ikonik menjadi pengalaman yang tak ternilai. London yang multikultural dan inklusif juga membuat adaptasi menjadi lebih mudah. Dari museum yang bisa diakses gratis hingga suasana kota yang dinamis, London memberikan ruang eksplorasi yang luas.
Tak hanya itu, Tsania juga aktif mengikuti berbagai event kampus dan kegiatan budaya. Semua hal ini memperkaya pemahamannya tentang keragaman budaya dan cara hidup masyarakat global. Ia merasa, setiap hari di London selalu ada hal baru untuk dipelajari.
Pembelajaran dan Kegiatan Sehari-hari. Di QMUL, Tsania mengambil empat mata kuliah lintas disiplin seperti Walking the City dan London’s Art Histories yang meskipun tidak spesifik arsitektur, tetap memberikan perspektif yang relevan untuk bidang studinya. Ia mengamati bagaimana sejarah kota, budaya, dan seni membentuk wajah urban London.
Selain kegiatan akademik, Tsania gemar mengeksplorasi kota, mengunjungi museum (yang sebagian besar gratis), dan belajar di perpustakaan kampus yang buka 24 jam. Ia juga menyesuaikan diri dengan gaya belajar yang berbeda dari Indonesia—lebih menekankan bacaan sebelum kelas, diskusi aktif, dan tugas berupa esai.
Kebiasaan membaca dan menyusun argumen lewat tulisan menjadi tantangan awal baginya. Namun seiring waktu, ia mulai terbiasa dan bahkan menikmati proses tersebut. Ia juga merasakan langsung bagaimana site visits ke lokasi bersejarah membantu memperkaya pemahaman teoritis yang ia pelajari di kelas.
Momen Tak Terlupakan: Culturise. Salah satu pengalaman paling berkesan bagi Tsania adalah ketika mengikuti acara Culturise, di mana para mahasiswa Indonesia memperkenalkan budaya Tanah Air kepada mahasiswa internasional. Dari memasak makanan khas seperti martabak dan bika ambon hingga memperkenalkan batik, acara ini menjadi ajang pertukaran budaya yang menyenangkan sekaligus membanggakan.
Tidak hanya sekadar mengenalkan, Tsania dan tim juga berdialog aktif dengan peserta lain, membahas kesamaan dan perbedaan budaya yang mereka miliki. Suasana hangat dan antusiasme peserta dari berbagai negara membuatnya semakin yakin bahwa memperkenalkan budaya sendiri adalah bentuk diplomasi yang sangat bermakna.

Refleksi dan Harapan. Meski harus menunda mata kuliah Studio Tematik dan memperpanjang masa studi karena IISMA, Tsania tidak menyesal sedikit pun. Pengalaman yang ia peroleh di London sangat berharga dan membuka cakrawala baru.
Menurutnya, pendekatan pendidikan di Inggris yang lebih berfokus pada pembelajaran mandiri, diskusi aktif, dan pengalaman langsung di lapangan bisa menjadi inspirasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Sebagai penutup, Tsania berharap lebih banyak mahasiswa Indonesia yang berani mengambil kesempatan serupa. Ia percaya bahwa program seperti IISMA bukan hanya tentang belajar di luar negeri, tapi tentang membentuk pribadi yang lebih terbuka, tangguh, dan visioner.
