Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch., Ph.D., dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, menjadi salah satu narasumber utama dalam kegiatan Wonderful Indonesia Tourism Fair (WITF) and Southeast Asia Business Events Forum (SEABEF) 2025. Acara bergengsi ini diselenggarakan oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bersama Kementerian Pariwisata, bertempat di Hall C9, Conference Area, Nusantara International Convention Exhibition (NICE), PIK 2, Tangerang, Banten pada Minggu, 12 Oktober 2025. Dalam paparannya, Prof. Wiendu mengangkat tema Arsitektur dan Pariwisata, menyoroti bagaimana arsitektur menjadi jantung dari pariwisata Indonesia di tengah derasnya arus perubahan global.
Prof. Wiendu mengidentifikasi lima faktor utama yang disebut sebagai Game-Changers dalam hubungan arsitektur dan pariwisata: globalisasi dan media sosial, pertentangan antara tradisi dan modernitas, isu otentisitas dan co-creation, lingkungan sebagai prioritas budaya, serta ancaman radikalisme dan terorisme. Menurutnya, arsitektur tidak lagi sekadar wujud fisik, melainkan refleksi dari dinamika sosial dan budaya yang terus bergerak. Dalam konteks ini, keseimbangan antara menjaga akar tradisi dan beradaptasi terhadap kemajuan menjadi kunci keberlanjutan pariwisata nasional.
Lebih jauh, Prof. Wiendu menegaskan bahwa arsitektur merupakan jantungnya pariwisata karena berperan besar dalam tiga elemen utama pengembangan destinasi, yaitu Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas. Arsitektur menjadi elemen pembentuk pengalaman wisata secara menyeluruh, mewakili citra, identitas, dan kualitas ruang yang dihadirkan kepada pengunjung. Dalam konteks pembangunan pariwisata, arsitektur berfungsi sebagai penghubung antara nilai budaya lokal, kenyamanan wisatawan, dan daya tarik destinasi yang berkelanjutan.
Prof. Wiendu juga menekankan bahwa arsitektur adalah ekspresi budaya yang paling total. Setiap bentuk wisata, baik budaya, alam, maupun buatan manusia tidak dapat dipisahkan dari elemen arsitektur. Candi Borobudur, Angkor Wat, Eiffel Tower, hingga Taj Mahal menjadi bukti bahwa ikon-ikon wisata dunia terbentuk dari kekuatan arsitektur yang merepresentasikan sejarah dan nilai budaya suatu bangsa. Pandangan ini menempatkan arsitektur sebagai media yang merekam sekaligus memperkenalkan identitas budaya kepada dunia internasional.
Kehadiran Prof. Wiendu memberikan dimensi akademik yang kuat terhadap diskursus pariwisata berkelanjutan. Paparannya sejalan dengan semangat Wonderful Indonesia dalam mendorong pariwisata berbasis budaya dan lingkungan. Gagasan mengenai peran arsitektur yang berkelanjutan sejalan dengan komitmen global terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya pada SDG 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan) serta SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim).
Selain itu, pembahasan tentang hubungan arsitektur dan kebudayaan juga beririsan dengan SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dan SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), di mana sektor pariwisata menjadi ruang kolaboratif bagi pengembangan kreativitas, pelestarian budaya, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Melalui forum ini, pandangan Prof. Wiendu memperkaya pemahaman lintas sektor bahwa arsitektur bukan hanya soal estetika, melainkan strategi penting dalam membangun pariwisata yang beretika, inklusif, dan berdaya saing global.
Berita oleh Rindi Dwi Cahyati


